Sabtu, 14 Juni 2008

manajemen madrasah


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

"Sesungunya Allah mencintai orang² yang berjuang di jalanya dalam barisan yang teratur,

seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (yang saling menguatkan)"

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.(1)

Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan hasil ujian nasional siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah/madrasah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah/madrasah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Oleh karena itu peningkatan kualitas merupakan salah satu persyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang penuh dengan persaingan. Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam tidak akan lepas dari persaingan global tersebut. Untuk itu peningakat kualitas merupakan agenda utama dalam meningkatkan mutu madrasah agar dapat survive dalam era global. TQM (Total Quality Management) atau yang biasa kita kenal dengan Manajemen Madrasah merupakan konsep peningkatan mutu secara terpadu di bidang manajemen dan masih cukup baru dalam dunia pendidikan. Makalah yang kami buat ini mencoba menguraikan bagaimanakah Manajemen Madrasah itu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dapat kami uraikan sebagai berikut :

1. Apakah pengertian manajemen itu?

2. Apakah pengertian madrasah itu?

3. Bagaimanakah manajemen madrasah yang fleksibel, efektif dan efisien?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah kami ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah manajemen madrasah itu?dan seberapakah penting manajemen dalam madrasah itu?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.

Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :

1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :

“Principles of Management” mengemukan sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.

2. Menurut R. Terry :

“Principles of Management” menyampaikan pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives)

3. Menurut James A.F. Stoner :

Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

4. Menurut Lawrence A. Appley :

Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.

5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Luther Gulick, menejemen diartikan sebagai ilmu, profesi dan kiat. Karena menajemen dipandang sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Follet mengatakan menejeman adalah sebagai kiat, karena menejeman mencapai sasaran dengan cara-cara mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.

Meskipun cenderung mengarah pada suatu focus tertentu, para hali masi berbeda pandangan dalam mendefinisikan manajemen dan karenanya belum dapat diterima secara umum atau universal. Namun demikian terdapat konsesus bahwa manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu. Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan disini yang digunakan adalah pengalaman manajer, meskipun pendekatan ini mempunyai keterbatasan, namun hingga kini belum ada perbaikan. Manajemen disini dilihat sebagai suatu system yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikatakan sebagai suatu organisai (orang-struktur-tugas-teknologi) dan bagaiman mengaitkan aspek yang satu dengan yang lainya, serta bagaimana mengaturnya sehingga mencapai tujuan system.

Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisai, menentukan kesemopatan dan ancamanya, menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program, semua itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan secra ilmiah.

Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi kedalam fungsi garis, staf dan fungsional. Hubungan terdiri dari tanggung jawab dan wewenag. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan fertikal. Semuanya itu memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengkomplimentasikan rencana.

Fungsi pemimpin mengambarkan bagaimana seorang manajer/pemimpi mengarahkan dan mempengaruhi bawahanya, bagaimana orang lain melaksanakan tugas ang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenagkan untuk bekerja sama.

Fungsi pengawasan meli[puti penentuan standar, supervise, dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standard an memberikan keyakinan bahwa tujuan organisai tercapai. Pengawasan sangat erat kaitanya dengan perencanaan, karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.

2.2 Manajemen sebagai Ilmu, seni dan Proses Kerja Sama

  1. Manajemen Sebagai Ilmu

Pada dasarnya manajemen belum bias dikatakan sebagai teori, karene teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang yang bekerja sama. Menurut Luter Gulick (1965) manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman.

Evolusi konsep, ide, pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang mengunakan catatan tertulis untuk berdagang dan pemerintahan. Pada 300 SM – 300 M, masyarakat Romawi memanfatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat untuk ektivitas dan efesiensi. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841 – 1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan perilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.

Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun menejer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan dari akibat-akibat dari tindakanya.

  1. Manajemen Sebagai Seni

Menurut Mary Parker Follet (Stoner, 1986) menejemen sebagai seni dalam melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang, definisi ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan kenyataan, menejemen mencapai tujuan organisasinya yakni dengan mengatur orang lain. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Henry M. Boneger, manajemen adalah sebagai seni dan dalam seni itu membutuhkan tiga unsure, yaitu : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsure tersebut terkandung dalam unsure manajemen. Oleh karena itu, keterampilan perlu dikembangkan melalui pelatihan manajemen, seperti halnya melati seniman. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang manajemen akan lebih banyak nerupakan seni dari pada ilmu. Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal akan memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan. Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia, strutur social, dan organisasi menuntuk seorang menejer atau pemimpin untuk memahami ilmu tentang perilaku yang mendasari tentang manajemen. Kan tetapi sebelum pengetahuan itu dikuasai, menejer harus tergantung pada intuisinya sendiri dan melakukan penilaina sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun hanya aspek manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur manajemen yang tetap merupakan kiat bagi seorang manajer.

  1. Manajemen Sebagai Profesi

Kerjasama tau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.

Demikian halnya manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Robert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : konseptual, sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemapuan mengkordinasi seluruh kegiatan dan kepentingan yang ada pada organisasi tersebut. Kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap angota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan mengunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran.

Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi angota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau menggangu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan inisemakin perlu peningkatan program pengembangan manajemen sebagai sokoguru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan.

2.3 Pengertian Madrasah

Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitabTaurat’.

Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.

Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).

Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".

Para ahli sejarah pendidikan seperti A.L.Tibawi dan Mehdi Nakosteen, mengatakan bahwa madrasah (bahasa Arab) merujuk pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia Islam (klasik) pra-modern. Artinya, secara istilah madrasah di masa klasik Islam tidak sama terminologinya dengan madrasah dalam pengertian bahasa Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan Islam menulis kata tersebut secara bervariasi misalnya, schule Nakosteen menerjemahkan madrasah dengan kata university (universitas). la juga menjelaskan bahwa madrasah-madrasah di masa klasik Islam itu didirikan oleh para penguasa Islam ketika itu untuk membebaskan masjid dari beban-beban pendidikan sekuler-sektarian. Sebab sebelum ada madrasah, masjid ketika itu memang telah digunakan sebagai lembaga pendidikan umum. Tujuan pendidikan menghendaki adanya aktivitas sehingga menimbulkan hiruk-pikuk, sementara beribadat di dalam masjid menghendaki ketenangan dan kekhusukan beribadah. Itulah sebabnya, kata Nakosteen, pertentangan antara tujuan pendidikan dan tujuan agama di dalam masjid hampir-hampir tidak dapat diperoleh titik temu. Maka dicarilah lembaga pendidikan alternatif untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan umum, dengan tetap berpijak pada motif keagamaan. Lembaga itu ialah madrasah.

George Makdisi berpendapat bahwa terjemahan kata "madrasah" dapat disimpulkan dengan tiga perbedaan mendasar yaitu: Pertama, kata universitas, dalam pengertiannya yang paling awal, merujuk pada komunitas atau sekelompok sarjana dan mahasiswa, Kedua; merujuk pada sebuah bangunan tempat kegiatan pendidikan setelah pendidikan dasar (pendidikan tinggi) berlangsung. Ketiga; izin mengajar (ijazah al-tadris, licentia docendi) pada madrasah diberikan oleh syaikh secara personal tanpa kaitan apa-apa dengan pemerintahan.

Erat kaitannya dengan penggunaan istilah '''madrasah" yang menunjuk pada lembaga pendidikan, dalam perkembangannya kemudian istilah "madrasah" juga mempunyai beberapa pengertian di antaranya: aliran, mazhab, kelompok atau golongan filosof dan ahli fikir atau penyelidik tertentu pada metode dan pemikiranyang sama.10 Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga yang menganut dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab pemikiran (school of thought) tertentu.

Pandangan-pandangan atau aliran-aliran itu sendiri timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang yang saling mengambil pengaruh di kalangan umat Islam, sehingga mereka dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing, khususnya pada periode Islam klasik. Maka, terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab, atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagian besar madrasah yang didirikan pada masa klasik itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang terkenal, misalnya madrasah Safi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Hal ini juga berlaku bagi madrasah-madrasah di Indonesia, yang kebanyakan menggunakan nama orang yang mendirikannya atau lembaga yang mendirikannya.

2.4 Tujuan Manajemen Madrasah

A. Tujuan Manajemen

Menurut ShrodeDan Voich (1974) tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi.

Apabila produktiitas merupakan tujuan dari manajemen, maka pelu difahami makna produktivitas itu sendiri, Sutermeister (1979) membataskan produktivitas itu sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas itu sendiri di pengaruhi perkembangan bahan, teknologi dan kinerja manusia. Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan perilaku. Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat keefektifan, efesiensi dalam penggunaan sumber daya.

Berdasarkan pengertian produktivitas di atas, maka dapat diukur dengan standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara visik, produktivitas diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu dan jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas di ukur berdasarkan nilai-nilai kemampuan, sikap, perilaku, kedisiplinan, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan.

2.5 Dimensi Manajemen

A. Organisasi sebagai system

Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka sebagai professional. Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.

Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/popularitas atau nafkah yang besar.

Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/manajer. Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.

Cara lain yang dapat ditempuh untuk menciptakan iklim organisasi yang hangat ialah dengan membuat para personalia pendidikan para pengajar khususnya sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan. Bila lembaga pendidikan itu terlalu besar, perguruan tinggi misalnya, maka personalia itu dapat dibagi-bagi menjadi beberapa masyarakat paguyuban.

Penelitian Rebbeca memberi pemecahan terhadap kesulitan ini ialah dengan cara menyeimbangkan tindakan melalui proses kerja sama. Dalam bekerja sama otonomi individu dihargai sebab pandangan, inisiatif, dan kreativitasnya diminta untuk disumbangkan kepada kelompok.

Pancasila menginginkan masyarakat lembaga pendidikan hidup rukun, mempererat persatuan dan kesatuan, toleransi satu dengan yang lain, hidup bergotong royong saling membantu, segala sesuatu dipecahkan bersama secara musyawarah, melaksanakan kesamaan hak dan keadilan, dan sebagainya. Ciri-ciri ini adalah menunjukan ciri masyarakat paguyuban. Sehingga sehingga organisasi sebagai sistem cocok diterapkan di Indonesia atau dalam manajemen madrasah.

  1. Manajemen Sebagai System

Era global sedang bergulir kencang. Tantangan berupa turbulensi semakin gencar. Berbagai jenis informasi semakin saling berseliweran saja. Perusahaan yang menjauh dari era ini akan terpuruk. Pasalnya tantangan masa kini adalah bagaimana menguasai atau mengatasi banyaknya informasi dan pengetahuan yang berasal dari segala penjuru dunia. Bagaimana perusahaan mengorganisasi informasi dan pengetahuan seoptimum mungkin? Bagaimana perusahaan memfasilitasi diseminasi informasi? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan alasan mengapa manajemen pengetahuan dibutuhkan. Bagi perusahaan yang tergolong sebagai organisasi belajar maka manajemen pengetahuan sudah menjadi kebutuhan.

Natarajan dan Shekar (2000) dalam Jamaliah Abdul Hamid (Understanding Knowledge Management, 2003) mendefinisikan Manajemen Pengetahuan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi. David dan Associate (1997) mengatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses yang sistematik dalam menciptakan, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendifusikan, memanfaatkan, dan mengeksploitasi pengetahuan. Dari definisi tersebut maka ada empat subsistem dari manajemen pengetahuan yakni mendapatkan, menciptakan, menyimpan, dan mentransfer-memanfaatkan pengetahuan.

Setiap perusahaan tentu saja berorientasi pada kebutuhan konsumen. Untuk itu perusahaan seharusnya membutuhkan informasi yang menyangkut dinamika pola perilaku pasar. Kebutuhan konsumen dan pelanggan semakin dinamis dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan pendapatan mereka. Tuntutan konsumen terhadap mutu produk (barang dan jasa) dan pelayanan misalnya mendorong perusahaan untuk menelaah kembali proses produksi, distribusi, promosi, dan pelayanan. serta model dan fasilitas pelayanan. Untuk itu perusahaan perlu memperoleh informasi tentang jenis teknologi produksi dan sistem pelayanan yang mutahir. Apa saja teknologi yang layak ditinjau dari sisi teknis, finansial dan ekonomi. Disamping itu perusahaan pun membutuhkan peningkatan mutu sumberdaya manusianya. Untuk itu pengetahuan tentang metode rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan sumberdaya manusia menjadi hal yang vital.

Sistem yang diciptakan merupakan suatu keterkaitan yang komprehensiv dari informasi dan pengetahuan dari beragam sumber seperti kalangan praktisi, ilmuwan, dan pengamat. Data dan informasi diolah, dianalisis, dan sejauh mungkin disintesis yang kemudian dipakai untuk menyusun strategi bisnis perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan sistem ini memotivasi para karyawan untuk bekerja berbasis pengetahuan. Artinya mereka akan selalu meningkatkan mutu kinerjanya semaksimum mungkin lewat proses pembelajaran yang bersinambung. Pada gilirannya penerapan manajemen pengetahuan sebagai sistem akan meningkatkan pertumbuhan kinerja bisnis perusahaan.

Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah kualitas pemimpin perusahaan yang didukung semua lini. Disini sang pemimpin, katakanlah manajemen menengah,harus komit dan taatasas dalam menerapkan dan mengembangkan sistem secara partisipatif dan integral. Yang kedua adalah dukungan budaya kerja berbasis pengetahuan di kalangan manajemen dan karyawan. Secara eksplisit budaya pengetahuan akan memperkuat budaya kerja yang ada. Dan yang ketiga, karena sebagai sistem maka manajemen pengetahuan harus merupakan sistem bisnis perusahaan yang total. Artinya subsistem manajemen pengetahuan berkaitan dengan subsistem lainnya seperti dengan subsistem-subsistem manajemen SDM, manajemen finansial, manajemen kompensasi, manajemen produksi, manajemen pemasaran.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pengertian manajemen di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen memiliki beberapa ciri antara lain :

- Manajemen diarahkan untuk mencapai tujuan

- Manajemen sebagai proses; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan pengawasan

- Tersedia sumber daya; manusia, material dan sumber lain

- Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efisien dan efektif

- Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer)

- Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian yang harus dimiliki oleh manajer

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial, mengenai pentingnya dan mengapa manajemen sangat di butuhan, karena ada beberapa sebab antara lain:

1) Untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan individu yang ada dalam organisasi tersebut.

2) Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan, sasaran dan kegiatan yang bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi, seperti ; pimpinan, pegawai, pelanggan, serikat kerja, masyarakat, pemerintah (pemerintah daerah), dll.

3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Efisiensiefektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. adalah kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar, sedangkan


http://citraedukasi.blogspot.com/2007/12/implementasi-tqm-di-madrasah.html

http://www.geocities.com/agus_lecturer/manajemen/pengertian_manajemen.htm

http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/4b-MANAJEMEN%20YANKES%20na2(arrmrt'03).doc

http://pendis.depag.go.id/madrasah/ebook/00001/Bab_I.pdf

http://ronawajah.wordpress.com/2008/03/30/mengapa-membutuhkan-sistem-manajemen-pengetahuan/

Tidak ada komentar:

afnan

afnan
ilalang